Kisah Kelahiran Rasulullaah ﷺ
Assalamu'alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh..
bagaimana kabar kalian wahai para pembaca yang budiman? :) semoga kamu semua baik-baik saja..
bagaimana kabar kalian wahai para pembaca yang budiman? :) semoga kamu semua baik-baik saja..
Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad saw, pada kesempatan kali ini ana akan berbagi kisah tentang kelahiran suri tauladan kita-Rasul kita-Nabi Muhammad saw. Karena sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita bahkan wajib untuk mengetahui kisah Rasulullaah saw, agar rasa cinta kita terhadap Rasulullaah saw dapat bersemi dan di akhirat kelak kita bisa mendapatkan syafaat-nya, aamiin..
قال رسول الله ﷺ : من احبني كان معي فى الجنة
Rosulullah ﷺ bersabda: Barang siapa mencintai
aku maka dia akan bersamaku di Surga.
Dalam tulisan ini ana tidak mungkin bisa menjabarkan secara detail, namun poin-poin penting seputar kelahiran dan masa pertumbuhan Rasulullaah saw akan ana kemukakan disini. Well, selamat membaca semoga bermanfaat :)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada hari senin pagi 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M.
Berasal dari suku
Quraisy, yaitu suku yang paling terhormat dan terpandang di tengah
masyarakat Arab pada waktu itu. Dari suku Quraisy tersebut, Beliau dari
bani Hasyim, anak suku yang juga paling terhormat di tengah suku
Quraisy.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dalam keadaan yatim. Karena bapaknya; Abdullah telah meninggal ketika ibunya; Aminah mengandungnya di usia dua bulan. Setelah melahirkannya, sang ibu segera membawa bayi tersebut ke
kakeknya Abdul Mutthalib. Betapa gembiranya sang kakek mendengar berita
kelahiran cucunya. Lalu dibawanya bayi tersebut ke dalam Ka’bah, dia
berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Anak tersebut kemudian
diberi nama Muhammad; nama yang belum dikenal masyarakat Arab waktu itu.
Lalu pada hari ketujuh setelah kelahirannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikhitan.
Kehidupan di Bani Sa’ad
Selain ibunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
disusukan juga oleh Tsuwaibah; budak Abu Lahab. kemudian, -sebagaimana
adat kebiasaan masyarakat perkotaan waktu itu- Ibunya mencari wanita
pedesaan untuk menyusui putranya. maka terpilihlah seorang wanita yang
bernama Halimah binti Abi Dzu’aib dari suku Sa’ad bin Bakar, yang
kemudian lebih di kenal dengan panggilan Halimah as-Sa’diyah.
Sesungguhya atas kehendak Allah jualah, hingga Halimah as-Sa’diyah menyusui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kecilnya. Sebab ketika pertama kali ditawarkan untuk menyusuinya, dia terasa enggan menerimanya, karena rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
anak yatim yang tidak dapat diharapkan imbalan materi yang layak
darinya. tetapi, ketika tidak didapatkan lagi bayi lain untuk disusui,
maka diapun menerima bayi Muhammad untuk disusui di perkampungan Bani
Sa’ad.
Ternyata dia tidak salah pilih, karena yang dia susui telah Allah
persiapkan menjadi manusia paling agung di muka bumi ini yang akan
membawa jalan terang bagi umatnya yang beriman. maka wajar, setelah itu
kehidupan Halimah as-Sa’diyah penuh dengan keberkahan.
Demikianlah, 5 tahun pertama kehidupan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia lalui di daerah perkampungan dengan kehidupan yang masih asri dan
udara segar di lembah Bani Sa’ad. hal tersebut tentu saja banyak
berpengaruh bagi pertumbbuhan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik secara fisik maupun kejiwaan.
Peristiwa Pembelahan Dada (Syaqqus Shadr)
Pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 5
tahun, dan saat beliau masih dalam perawatan Halimah as-Sa’diyah di
perkampungan Bani Sa’ad terjadilah peristiwa besar yang sekaligus
menunjukkan tanda-tanda kenabiannya kelak. Peristiwa tersebut dikenal
dengan istilah Pembelahan Dada (Syaqqus Shadr).
Suatu hari, ketika rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bermain bersama teman-temannya, tiba-tiba datang malaikat Jibril
menghampiri dan menyergapnya. Lalu dia dibaringkan, kemudian dadanya di
belah, lalu hatinya di ambil selanjutnya dikeluarkan segumpal darah
darinya, seraya berkata: “Inilah bagian setan yang ada padamu.” Kemudian
hati tersebut dicuci di bejana emas dengan air Zam-Zam, setelah itu
dikembalikan ke tempat semula.
Sementara itu, teman-teman sepermainannya melaporkan kejadian
tersebut kepada Halimah seraya berkata: “Muhammad dibunuh…Muhammad
dibunuh. ”Maka mereka bergegas menghampiri tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semula, disana mereka mendapatkan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan pucat pasi.
Setelah kejadian tersebut, Halimah sangat khawatir terhadap keselamatan Muhammad kecil shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya
tak lama setelah itu, dia memutuskan untuk memulangkannya kepada ibunya
di kota Mekkah. Maka berangkatlah Halimah ke Mekkah dan dengan berat
hati dikembalikannya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ibunya.
Ditinggal Ibu Tercinta
Setelah beberapa lama tingal bersama ibunya, pada usia 6 tahun, sang
ibu mengajaknya berziarah ke makam suaminya di Yatsrib. Maka
berangkatlah mereka keluar dari kota Mekkah,menempuh berjalan sepanjang
500 km, di temani ole Ummu Aiman dan di biayai oleh Abdul Mutthalib. Di
tempat tujuan, mereka menetap sebulan.
Setelah itu mereka kembali ke Mekkah. Namun di tengah perjalanan, ibunya menderita sakit dan akhirnya meninggal di perkampungan Abwa’ yang terletak antara kota Mekkah dan Madinah.
Setelah itu mereka kembali ke Mekkah. Namun di tengah perjalanan, ibunya menderita sakit dan akhirnya meninggal di perkampungan Abwa’ yang terletak antara kota Mekkah dan Madinah.
Di Bawah Asuhan Sang Kakek
Sang kakek; Abdul Muththalib, sangat iba terhadap cucunya yang sudah
menjadi yatim piatu diusianya yang masih dini. Maka dibawalah sang cucu
ke rumahnya, diasuh dan dikasihi melebihi anak-anaknya sendiri.
Pada saat itu Abdul Muththalib memiliki tempat duduk khusus di bawah
Ka’bah, tidak ada seorangpun yang berani duduk di atasnya, sekalipun
anak-anaknya, mereka hanya berani duduk di sisinya. Namun Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
-yang saat itu masih anak-anak- justru bermain-main dan duduk di
atasnya. Karuan saja paman-pamannya mengambil dan menariknya. Namun
ketika sang kakek melihat hal tersebut, beliau malah melarang mereka
seraya berkata, “Biarkan dia, demi Alah, anak ini punya kedudukan
sendiri.”
Akhirnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam kembai duduk di majlisnya, diusapnya punggung cucunya tersebut dengan suka cita melihat apa yang mereka perbuat.
Tapi lagi-lagi kasih sayang sang kakek tal berlangsung lama di
rasakan Muhammad kecil. Saat Rasullullah saw. berusia 8 tahun, kakeknya
meninggal dunia di Mekkah. Namun sebelum wafat beliau berpesan agar
cucunya tersebut dirawat oleh paman dari pihak bapakna; Abu Thalib.
Di Bawah Asuhan Pamannya
Kini Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam
asuhan pamannya yan juag sangat mencintainya. Abu Thalib merawatnya
bersama anak-anaknya yang lain, bahkan lebih disayangi dan dimuliakan.
Begitu seterusnya Abu Thalibb selalu di sisi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,
merawatnya, melindungi dan membelanya, bahkan hingga beliau di angkat
menjadi Rasul. Hal tersebut berlangsung tidak kurang selama 40 tahun.
Bersama Pendeta Buhaira
Pada saat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 12
tahun, Abu Thalib mengajaknya berdagang ke negeri Syam. Sesampainya di
perkampungan Bushra yang waktu itu masuk wilayah negeri Syam, mereka
disambut oleh seorang pendeta bernama Buhaira. Semua rombongan turun
memenuhi jamuan Bahira kecuali Rasulullah sawa..
Pada pertemuan tersebut, Abu Thalib menceritakan perihal Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallamdan
sifat-sifatnya kepada pendeta Buhaira. Setelah mendengar ceritanya,
sang pendeta langsun memberitahukan bahwa anak tersebut akan menjadi
pemimpin manusia sebagaimana yang dia ketahui ciri-cirinya dari
kitab-kitab dalam agamanya. Maka dia meminta Abu Thalib untuk tidak
membawa anak tersebut ke negeri Syam, karena khawatir di sana
orang-orang Yahudi akan mencelakainya.
Akhirnya Abu Thalib memerintahkan anak buahnya untuk membawa pulang kembali Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ke Mekkah.
Perang Fijar
Pada usia 15 tahun, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
iktu serta dalam perang Fijar yang terjadi antara suku Quraisy yang
bersekutu dengan Bani Kinanah melawan suku Qais Ailan. Dan peperangan
dimenangkan oleh suku Quraisy.
Pada peperangan tersebut, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam membantu paman-pamannya menyiapkan alat panah.
Hilful Fudhul
Setelah perang Fijar usai, diadakanlah perdamaian yang di kenal
dengan istilah Hilful Fudhul, disepakati pada bulan Dzulqaidah yang
termasuk bulan Haram, di rumah Abdullah bin Jud’an At-Taimi.
Semua kabilah dari suku Quraisy ikut dalam perjanjian tersebut. Di
antara isinya adalah kesepakatan dan upaya untuk selalu membela siapa
saja yang dizalimi dari penduduk Mekkah. Dan mereka akan menghukum orang
yang berbuat zalim sampai dia mengembalikan hak-haknya.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ikut serta
menyaksikan perjanjian tersebut, bahkan setelah Beliau menjadi Rasul,
Beliau masih mengingatnya dan memujinya, seraya berkata,
“Saya telah menyaksikan perjanjian damai di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih saya cinta dari unta merah. Seandainya saya diundang lagi setelah masa Islam, niscaya saya akan memenuhinya.”
Demikianlah postingan pada kesempatan kali ini, sampai jumpa dipostingan yang selanjutnya :)
Semoga bermanfaat, wasalamu'alaykum...
Komentar
Posting Komentar